Memahami Anggaran Publik


Memahami Anggaran Publik[1]

Apa yang dimaksud dengan anggaran?

Anggaran adalah sumber dana yang digunakan untuk menjalankan roda pembangunan dan pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD.

Kenapa anggaran Negara dikatakan uang rakyat?

Beberapa alasan yang menjelaskan bahwa anggaran Negara itu uang rakyat, yaitu:
  1. Dana yang dikelola pemerintah bersumber dari pajak dan retribusi yang dipungut dari rakyat/masyarakat.
  2. Dari laba BUMN/BUMD yang pengelolaannya dibiayai menggunakan uang rakyat.
  3. Sumber dana yang berasal dari sumber alam yang digunakan dan dikelola oleh Negara.
  4. Hutang dan hibah, yang pembayarannya menjadi beban rakyat.

Apakah hakikat anggaran itu?

Hakikat anggaran adalah adalah kebijakan keuangan Negara baik di pusat maupun di daerah selama satu tahun dan menggambarkan dari mana saja sumber dananya dan digunakan untuk apa saja.

Apa sih fungsi anggaran itu?

Fungsi anggaran adalah:
1.      Fungsi otorisasi, bahwa anggaran Negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.      Fungsi perencanaan, bahwa anggaran Negara menjadi pedoman dalam merencakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3.      Fungsi pengawasan, bahwa anggaran Negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah Negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
4.      Fungsi alokasi, bahwa anggaran Negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran, tingkat kemiskinan, dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensii dan efektifitas perekonomian.
5.      Fungsi distribusi, bahwa kebijakan anggaran Negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6.      Fungsi stabilisasi, bahwa anggaran Negara menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian

Apa saja prinsip-prinsip dasar anggaran?

Untuk mewujudkan penganggaran yang baik agar tercipta good governance, maka dalam proses penganggaran itu harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
  1. Transparan
  2. Akuntabel
  3. Ekonomis, efesien, dan efektif
  4. Disiplin anggaran
  5. Format anggaran
  6. Rasional dan terukur
  7. Keadilan anggaran
  8. Pendekatan kinerja
  9. Dokumen publik

 

[1] Disadur dari Modul “Merebut Hak Rakyat atas Akses Informasi Anggaran”, terbitan Seknas FITRA, 2009, hal. 3-10.

Buruknya Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Se-NTB

Masih ingat rilis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) beberapa waktu yang lalu terkait peringkat provinsi terkorup se-Indonesia? Berikut Fitra NTB sajikan hasil analisis singkat kinerja pemerintah daerah se-NTB dalam pengelolaan keuangan daerah (APBD) beserta potensi kerugian negara/daerah, semester I tahun 2012.

Temuan Kasus di Pemprov NTB tertinggi
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Fitra NTB menyebutkan, temuan-temuan kesalahan pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah se-NTB periode 2008-2012 sekitar 3.408, dengan total potensi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 67,1 miliar. Sepanjang periode tersebut, secara kumulatif, temuan-temuan ini mengalami tren peningkatan tiap tahun. Angka ini berpotensi meningkat pada akhir semester II tahun 2012.

Jika diurut berdasarkan potensi kerugian keuangan daerah, Pemerintah Kota Bima berada pada urutan pertama sebesar Rp 25,4 miliar, diikuti oleh Pemerintah Provinsi NTB dengan potensi kerugian sebesar Rp 9,95 miliar. Sedangkan dua urutan terbawah adalah pemerintah daerah dengan potensi kerugian terendah, yaitu Kota Mataram dan Kabupaten Bima, masing-masing potensi kerugian yang timbul akibat kesalahan pengelolaan keuangan daerah sebesar Rp 1,01 miliar dan Rp 476 juta.

Namun dari sisi jumlah kasus, Pemerintah Provinsi NTB memuncaki pemeringkatan. Total temuan BPK RI pada pengelolaan keuangan (APBD) Provinsi NTB periode 2008-2012 sebanyak 636 kasus. Berbeda dengan Kabupaten Bima yang berada di urutan terendah, yaitu 113 kasus.
 
Sedangkan peringkat kinerja pemerintah daerah dalam menindaklanjuti temuan BPK tersebut, hanya empat pemerintah daerah yang mampu menindaklanjuti di atas 50 persen dari total temuan kasus, yaitu Kabupaten Sumbawa (73,3%), Kabupaten Bima (65,5%), Pemprov NTB (64,6%), dan Kabupaten Lombok Barat (53,8%). Sedangkan pemerintah daerah dengan kinerja tindak lanjut terburuk adalah Kabupaten Lombok Timur(23,3%) dan Kabupaten Dompu(27,8%). Sementara itu, Pemerintah Kota Mataram yang sebelumnya menjadi pemerintah daerah dengan kinerja terbaik pada Semester II 2011, kinerjanya mengalami penurunan.
 

Tabel 3. TREN FLUKTUASI JUMLAH REKOMENDASI BPK RI PERIODE 2008-2012 PER KABUPATEN/KOTA SE-NTB










Dari uraian-uraian ini, FITRA NTB berharap pemerintah daerah se-NTB terus meningkatkan upaya peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerahnya masing-masing, terutama Pemprov NTB yang menjadi lokus temuan kasus tertinggi. Jangan sampai temuan-temuan ini menumpuk dari tahun ke tahun.

Pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengelola keuangan daerah.  Jangan sampai muncul temuan kasus yang berkonswekuensi hukum. Pengawasan internal harus diperketat agar temuan-temuan kesalahan pengelolaan keungan yang merugikan kas Negara/daerah tersebut mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Upaya pencegahan lebih baik dan akan berpotensi meningkatkan kualitas anggaran daerah atau uang rakyat. Harapannya, ini akan berdampak terhadap perbaikan kualitas pelayanan publik.

BAPPEDA: Badan Pencitraan Pemerintah Daerah

Oleh: RAMLI
(Koordinator Divisi Advokasi dan Investigasi FITRA NTB)
 
 

Pernah membaca advertorial di Harian Lombok Post[1] berjudul: Setelah PON Sukses, Embarkasi Lancar, Jalan Mantap, Apalagi? Jika boleh saya simpulkan, advertorial yang menampilkan foto Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Dr. Rosyadi Sayuti tersebut setidak-tidaknya ingin meyampaikan betapa heroiknya semangat TGB dalam menumbuhkan kebanggaan masyarakat NTB di tingkat lokal maupun nasional.

Tiga capaian yang menjadi focus advertorial yang dimuat harian tersebut, yaitu perolehan medali pada PON Riau beberapa waktu lalu yang melampaui target. Kedua, keberhasilan operasi embarkasi haji di BIL. Terakhir, infrastruktur jalan provinsi yang dikatakan telah mengalami peningkatan dari sebelumnya. Ketiganya dibumbui ceritera-ceritera yang mengesankan.

Dan coba perhatikan kata-kata terakhir dari judul tulisan tersebut: Apa Lagi?. Dengan menggunakan kalimat tanya seperti itu seolah tim penyusun advertorial (Bappeda?) ingin membuktikan kepada khalayak bahwa TGB telah berhasil memberikan kepuasan terhadap masyarakat (dalam kaidah ilmu nahwu: littaukiidi – untuk penegasan). Lalu yang kedua, secara tersirat pemerintah ingin mengatakan kepada pengritiknya: “Kami berhasil dan telah melakukan hal-hal yang membanggakan,”.

Tulisan serupa tidak hanya muncul di harian Lombok Post, tetapi juga Harian Suara NTB[2], salah satu harian lokal dengan oplah besar selain Lombok Post. Tulisan tersebut muncul pada hari Senin-Selasa (8-9/10) di LP, dan Senin (-Selasa?) (15/10) pada Harian SN. Selang sehari, advertorial berjudul: Jalan Mulus yang Lain Terurus muncul di kedua harian tersebut pada halaman pertama. Berikutnya pada hari Jum’at (11/10), di dua harian tersebut, advertorial ketiga dimuat, dengan judul: Dulu Sakit Hati, Kini Dipuji.

Demokrat mendompleng?

Namun sangat disayangkan, partai Demokrat yang dipimpin TGB secara mengejutkan disebut-sebut sebagai factor keberhasilan meraih capaian membanggakan itu dalam advertorial tersebut. Coba perhatikan judul sambungannya: Ada Kaitan TGB sebagai Ketua Demokrat[3]. Bahkan secara eksplisit pada paragraf terakhir sebagai penutup tulisan ini, satu komentar panjang TGB, saya kira berpotensi mencederai rasa keadilan sebagian masyarakat di daerah ini. Coba simak komentar TGB; menjawab pertanyaan, apakah keberhasilannya ada kaitan dengan kepindahannya ke Partai Demokrat dan menjadi Ketua DPD PD NTB: “Saya kira ya, meski sulit juga kita buktikan. Dan secara pribadi ketika menerima tawaran teman-teman untuk memimpin PD NTB, niat saya memang hanya itu, agar apa yang telah kita rencanakan dalam RPJMD mendapat dukungan pusat. ……..”

Jika dilihat secara factual, maka komentar TGB dan judul sambungan advertorial yang dimuat Senin dan Selasa tersebut oleh sebagian pengamat bahkan orang awam sekali pun akan mengatakan bahwa itu “sah-sah saja dan boleh jadi demikian”, meskipun itu debatable, sebagaimana TGB sendiri belum yakin. Karena sejauh ini belum ada kajian secara ilmiah. Selain itu, logika sederhana sebagai antithesa komentar TGB di atas adalah: “Saya tidak akan berhasil seperti ini jika tidak memilih menjadi pragmatis dalam hal pilihan politik,”.

Namun yang menjadi catatan substantif dalam tulisan pendek ini adalah hal yang sangat mendasar, yaitu soal etis atau tidak etis. Dalam soal apa?

Advertorial yang dimuat oleh kedua surat kabar tersebut adalah susunan tim dan dipesan oleh Bappeda (ekskutif), yang nota bene untuk membayar biaya pemuatan advertorial tersebut menggunakan uang rakyat (APBD), bukan dana dari Partai Demokrat. Akan tetapi, secara gamblang kita bisa memerhatikan, bagaimana tim penyusun advertorial ini berusaha menggiring opini public bahwa factor utama keberhasilan TGB adalah Partai Demokrat. Atau secara tersirat, tulisan ini hendak mengatakan kepada pembaca (public): “Jika NTB ingin maju maka pilihlah TGB kembali, karena TGB adalah Ketua DPD Partai Demokrat NTB.”

Biaya untuk memasang advertorial tersebut memang sangat kecil jika dibandingkan dengan total APBD NTB 2012, yaitu sekitar Rp 14.500.000 (Data diolah oleh Fitra NTB) dari sekitar Rp 2,37 triliun. Ini menjadi sangat tidak etis ketika pelaksanaan Pemilihan Gubernur NTB tinggal beberapa bulan saja.

Saya kira, alangkah eloknya, jika pemerintah terus berkarya dengan membelanjakan APBD sebesar-besarnya untuk rakyat, dan biarkan rakyat sendiri yang menilai, karena saya kira rakyat NTB telah pandai memberikan penilaian kepada kinerja pemimpinnya dan elit-elit di daerah. Selanjutnya, jangan sampai incumbent memanfaatkan secuil pun bagian dari uang rakyat tersebut untuk kepentingan kekuasaan, pribadi, maupun kelompok kepentingan tertentu, terutama menjelang perhelatan pemilihan kepala daerah, misalnya mengambil bagian dari APBD untuk membiayai dana kampanye keberhasilan pasangan kepala daerah secara massif, perjalanan dinas yang meningkat, dan dana bantuan sosial (bansos) yang meningkat pula secara signifikan.

Dalam hal ini, tentu TGB akan dilematis, karena TGB secara personal bukan hanya seorang Gubernur masyarakat NTB, melainkan juga Ketua dari anggota Partai Demokrat.

Akhirnya, saya pribadi berharap tulisan ini bermanfaat. Lebih kurangnya saya mohon ma’af. Tabiik.



[1] Lombok Post, 8-9 Oktober 2012
[2] Suara NTB, 15 Oktober 2012
[3] Lihat Harian Lombok Post edisi 8-9 Oktober 2012

Mekanisme Memeroleh Informasi dari Badan Publik Menurut UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP

Prinsip. Mekanisme memeroleh Informasi Publik yang diterapkan oleh Badan Publik harus didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.

Alur Permohonan Informasi Publik.
  1. Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.
  2. Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
  3. Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.
  4. Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik  berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.
  5. Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
  6. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
  7. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :
  • informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak
  • Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;
  • penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum
  • dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;
  • dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;
  • alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau
  • biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.



8. Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik
diatur oleh Komisi Informasi.



Sengketa Informasi Publik. Apabila pemohon Informasi publik telah mengajukan permohonan yang dianggap tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Badan Publik yang menguasai informasi publik tersebut tidak membuka akses, maka Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan sengketa kepada Komisi Informasi yang telah dibentuk di tingkat Pusat dan Provinsi.

Memahami Informasi Publik sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

DEFINISI INFORMASI PUBLIK DAN BADAN PUBLIK MENURUT UU NO 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
 
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau
diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri.

DAFTAR INFORMASI PUBLIK YANG TIDAK DAPAT DIBERIKAN OLEH BADAN PUBLIK
 
Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah:
  1. informasi yang dapat membahayakan negara;
  2. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
  3. informasi yang berkaitan dengan hakhak pribadi;
  4. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
  5. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan
DAFTAR INFORMASI PUBLIK YANG WAJIB DISEDIAKAN OLEH BADAN PUBLIK
 
A. Berkala
Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala, paling singkat 6 bulan, meliputi:
  1. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
  2. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
  3. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
  4. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
B. Serta-merta atau secepat-cepatnya
Badan Publik wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

C.  Setiap saat
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
  1. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
  2. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
  3. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
  4. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
  5. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
  6. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
  7. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau;
  8. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam UndangUndang ini adalah:
  1. asas dan tujuan;
  2. program umum dan kegiatan partai politik;
  3. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
  4. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  5. mekanisme pengambilan keputusan partai;
  6. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
  7. informasi lain yang ditetapkan oleh UndangUndang yang berkaitan dengan partai politik.
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam UndangUndang ini adalah:
  1. asas dan tujuan;
  2. program dan kegiatan organisasi;
  3. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
  4. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;
  5. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
  6. keputusankeputusan organisasi; dan/atau
  7. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan.

Realisasi Anggaran SKPD Pemprov NTB per Agustus 2012




Sumber: http://birokeuangan.ntbprov.go.id/2012/10/12/realisasi-skpd-per-agustus/

PPID NTB Terbentuk, Layanan Keterbukaan Informasi Lebih Kuat

 

Mon, 10/08/2012 - 15:57 — admin
Mataram (Global FM Lombok)-

Pemprov NTB sudah mengukuhkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sesuai dengan implementasi yang tertuang dalam UU 14/2008 tentang KIP. Peran PPID sangat strategis dalam menyediakan, mendokumetasikan serta semua hal yang berkaitan dengan permintaan layanan informasi.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) NTB Ridwan Syah di Mataram Senin (8/10). Ia menjelaskan, PPID hadir sebagai institusi yang menjadi garda terdepan didalam memberikan layanan informasi publik terutama untuk informasi yang bersifat wajib.

Ridwan Syah menjelaskan, ketua PPID langsung dijabat oleh dirinya serta posisi sekretaris dijabat oleh Kabag Humas Provinsi NTB Tri Budi Prayitno. Selain PPID inti, terdapat pula PPID pembantu yang berada di masing-masing SKPD yang berjumlah 45 orang. Fungsinya sama untuk memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat.” Namun PPID pembantu yang sudah mengantongi SK sebanyak 20 orang” Kata Ridwan.

Ia menjelaskan, pekerjaan utama yang harus dilaksanakan saat ini adalah membuat standar pelayanan informasi serta menyediakan sarana dan prasarana di masing-masing SKPD. “ Seluruh PPID di setiap SKPD penting untuk memiliki pemahaman yang sama terkait dengan dasar informasi yang wajib diberikan atau yang dikecualikan kepada publik.” Jelasnya.(ris)-

Sumber: http://globalfmlombok.com/content/ppid-ntb-terbentuk-layanan-keterbukaan-informasi-lebih-kuat

Badan Publik Wajib Sampaikan Informasi Laporan Keuangan

 

Mon, 10/08/2012 - 15:59 — admin
Mataram (Global FM Lombok)-

Seluruh badan publik yang ada di Indonesia termasuk di NTB wajib menyampaikan informasi mengenai keuangan secara berkala kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan itu bersifar proaktif. Artinya ada atau tidak ada permintaan dari masyarakat, badan publik diharuskan membuka layanan informasi tersebut dengan jangka waktu enam bulan sekali.
Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, Amirudin kepada Global FM Lombok di Mataram Senin (8/10) mengatakan, materi yang harus dipublikasi oleh badan publik yang menyangkut profil personalia dan profil badan publik, visi-misi, sejarah, tugas pokok, kewenangan serta seluruh program kerjanya. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah informasi mengenai kegiatan, kinerja serta ringkasan laporan keuangan.

Amirudin mengatakan, terkait dengan informasi yang bersifat wajib, badan publik melalui PPDI wajib menyediakan informasi menganai hal diatas setiap enam bulan sekali. Selain itu, informasi yang tersedia setiap saat masuk dalam informasi pasif yang harus diberikan jika ada permintaan. Informasi semacam ini memiliki 10 jenis yang tertera didalam UU 14/2008 tentang KIP.

Ia menjelaskan, sejak KIP dibentuk tahun 2009, secara nasional sengketa informasi yang sudah masuk sekitar 722 laporan. Jenis laporan yang paling sering adalah yang terkait dengan anggaran dan keuangan badan publik. “ Semua sengketa informasi itu telah dan sedang kita tindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Munculnya sengketa informasi lantaran sebagian besar badan publik belum tahu standar informasi yang harus diberikan kepada publik.” Tutur Amir(ris)-

Sumber: http://globalfmlombok.com/content/badan-publik-wajib-sampaikan-informasi-laporan-keuangan

Sekda NTB: Temuan BPK Belum Dikategorikan Pidana Korupsi

updated: Rabu 03/10/2012
Mataram (Suara NTB)-
Laporan hasil pemantauan atas penyelesaian kerugian Pemprov NTB tahun 2011 oleh BPK RI, diketahui kerugian daerah selama kurun waktu 2003 sampai 31 Desember 2011 sebesar Rp 20.602.761.990. Rekomendasi BPK RI atas temuan itu, agar anggaran tersebut dikembalikan karena berdasarkan hasil pemeriksaan belum dikatagorikan sebagai tindak pidana korupsi.
‘’Sehingga penyelesaiannya tidak diserahkan kepada aparat penegak hukum tetapi melalui Tuntutn Perbendaharaan dang anti Rugi,’’ jelas Sekda NTB, H.Muhammad Nur, SH, MH menanggapi rilis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Seperti diberitakan Suara NTB, Fitra dalam rilisnya menyebutkan NTB menempati posisi ke 14 provinsi terkorup di Indonesia. Temuan BPK RI dalam iktisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2012, disebutkan nilai kerugian yang ditemukan mencapai Rp 52,825 miliar.
Menurut Sekda melalui siaran persnya yang diterima Suara NTB bahwa hasil penilaian BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2011 Pemprov NTB mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (plus ‘’tanpa paragraf’’).
‘’Perolehan WTP ini merupakan hasil tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Pemprov NTB berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI tahun sebelumnya yang meliputi penyelesaian pencatatan asset, penyelesaian kerugian daerah dilengkapi bukti pendukung, seperti perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan utang piutang serta telah diperbaikinya pertanggungjawaban kekayaan daerah,’’ urai Sekda.
Menurut H.M.Nur, Pemprov NTB mengapresiasi rilis Fitra. Bahwa pada prinsipnya , persoalan korupsi (pemberantasan dan penegakan hokum) senantiasa menjadi atensi Pemprov NTB dan Gubernur NTB akan menindaklanjuti bilamana ada laporan yang berkenaan dengan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh jajaran Pemprov NTB. ‘’Sepanjang laporan yang disampaikan telah disertai dengan bukti awal yang cukup, sehingga dinilai memenuhi syarat untuk menindaklanjuti penyelesaiannya,’’ ujar Sekda.
Dalam setiap pelantikan pejabat structural Pemprov NTB dan seluruh PNS Golongan III ke atas, dalam Pakta Integritas yang ditandatangani yang bersangkutan, secara tegas Gubernur NTB sudah menyatakan sikap akan memberhentikan pejabat yang terindikasi korupsi berdasarkan penilaian lembaga pemeriksa baik oleh BPK RI, BPKP maupun Inspektorat. (*)

Sumber: http://www.suarantb.com/2012/10/03/wilayah/Mataram/detil4.html

309 KASUS KORUPSI SENILAI RP52,8 M MENEMPATKAN NTB DI URUTAN KE-14



Baca selengkapnya di alamat http://lomboknews.com/2012/10/03/309-kasus-korupsi-senilai-rp-52825-miliar-menempatkan-ntb-di-urutan-ke-14/

Korupsi di NTB, DPRD Klaim Sudah Lakukan Pengawasan Maksimal

 Mataram (Global FM Lombok)-

Wakil KetuaDPRD Provinsi NTB H.L Moh Syamsir mengklaim pihaknya tetap melakukan pengawasan terhadap program pemerintahan semaksimal mungkin. Jawaban itu terlontar setelah mengetahui provinsi NTB masuk di peringkat ke 14 provinsi terkorup dari 33 provinsi di Indonesia versi Forum Indonesia Untuk Transparansi (Fitra).
Moh Syamsir kepada Global FM Lombok di Mataram Selasa (2/10) mengatakan, lembaga dewan mengapresiasi penilaian dari LSM Fitra tersebut. Sebab hal itu bisa menjadi spirit didalam rangka turut serta mendukung pengungkapan kasus korupsi yang ada di NTB. Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh dewan menurutnya tetap dilakukan agar program yang dilaksanakan eksekutif tepat sasaran.

Terkait dengan anggapan bahwa potensi mark up bisa timbul sejak anggaran itu dibahas dalam perencanaan APBD, Syamsir berpendapat hal tersebut bisa dicegah melalaui upaya dan pengawasan bersama. Jika pembahasan APBD dilaksanakan sesuai dengan prinsip penyusnan anggaran serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka peluang penyelewengan anggaran bisa ditekan.

Sebagaimana diketahui, Fitra menempatkan provinsi NTB di peringkat ke 14 dalam temuan kasus korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp52 miliar. Bahkan Sekjen Fitra NTB, Erfyn Kaffah menyebutkan total temuan dan rekomendasi BPK RI sepanjang tahun 2005 sampai tahun 2011 mencapai 600 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp70 miliar lebih.(ris)-

Sumber: Radio Global FM Lombok http://globalfmlombok.com/content/korupsi-di-ntb-dprd-klaim-sudah-lakukan-pengawasan-maksimal
 

Korupsi di NTB, Versi FITRA, Kerugian Negara Rp 52,8 M

Mataram (Suara NTB)
Rilis dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyebut NTB dengan kasus korupsi urutan ke – 14, masih harus dikaji lagi. Namun jika diperdalam lagi melalui audit investigasi, maka angka Rp 52,852 miliar memungkinkan lebih membengkak.
“Tapi saya lihat, dalam rilis itu tidak jelas apa indikatornya, sehingga kerugian negara yang timbul harus dikaji lagi,” kata Kepala BPKP Perwakilan NTB, Darius AK kepada Suara NTB, Senin (1/10) kemarin. Dalam pandangannya, rilis yang disampaikan Fitra tersebut merupakan temuan dari BPK semester II Tahun 2011. Namun itu merupakan audit umum dengan metode sampling. Berbeda jika dilakukan audit investigasi, maka bisa saja ditemukan kerugian negara lebih besar, atau bahkan lebih kecil. Akan tergantung hasil audit investigasi dari beberapa kasus yang ditangani.

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan pihaknya dari beberapa kasus yang diserahkan Kejaksaan dan Kepolisian, kerugian negara diperkirakan belum mencapai Rp 52, 854 miliar sebagaimana disebutkan dalam urutan data daerah dengan tingkat korupsi berdasarkan kerugian negara tersebut. ‘’Untuk beberapa kasus yang kami tangani, belum sampai ke angka sebesar itu,’’ tegasnya.

Namun jika diproses secara berjenjang, mulai dari ditanganinya temuan BPK tersebut oleh Kejaksaan dan Kepolisian, kemudian diteruskan ke pihaknya untuk menghitung kerugian negara, maka angka bisa saja berubah sebagaimana diulas sebelumnya.

Meski masih sanksi dengan rilis Fitra itu, namun pihaknya tetap menganggap sebagai bahan evaluasi dan mawas diri Eksekutif dan Legislatif di daerah. Karena dengan demikian, ada sifat kehati – hatian dari kedua pihak untuk memanfaatkan uang negara sesuai peruntukannya.

Seperti rilis yang diterima Suara NTB dari Fitra menyebutkan, Pemprov NTB saat ini masih mengabaikan kerugian negara yang jumlahnya mencapai Rp 52,8 miliar. Sekjen Fitra NTB, Ervyn Kaffah, menyebutkan, total temuan dan rekomendasi BPK-RI sepanjang tahun 2005 hingga 2011 mencapai 600 kasus dengan nilai kerugian negara senilai Rp 70,047 miliar.

Pemprov NTB seharusnya menindaklanjuti temuan temuan tersebut. Namun, ternyata baru 291 kasus yang telah ditindaklanjuti dan telah sesuai dengan rekomendasi BPK-RI. Sebanyak 129 kasus lainnya belum sesuai dengan rekomendasi dan masih dalam proses ditindaklanjuti. Bahkan, masih ada 180 kasus lagi yang belum ditindaklanjuti sama sekali oleh Pemprov NTB.

“Ini berarti bahwa dari total 600 kasus sepanjang 2005 sampai 2011 itu, senilai Rp 70,047 miliar, masih tersisa kasus sebanyak 309 kasus dengan nilai nominal kerugian negara sebesar Rp. 52,825 miliar,” sebut Ervyn.

Dalam rangking Fitra tersebut, DKI Jakarta dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 721,519 miliar (715 kasus) berada di posisi terkorup nomor wahid. Meski sedikit berbeda tolok ukurnya, penempatan DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup ini juga identik dengan yang pernah dilansir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (ars/aan)

Daftar Peringkat Provinsi Terkorup dan Kerugian Negara Berdasarkan Rilis Fitra

1. DKI Jakarta Rp 721 miliar
2. Aceh Rp 669 miliar
3. Sumut Rp 515 miliar
4. Papua Rp 476 miliar
5. Kalbar Rp 289 miliar
6. Papua Barat Rp 169 miliar
7. SulSel Rp 157 miliar
8. Sulteng Rp 139 miliar
9. Riau Rp 125 miliar
10. Bengkulu Rp 123 miliar
11. Maluku Utara Rp 114 miliar
12. Kaltim Rp 80 miliar
13. Sumsel Rp 56 miliar
14. NTB Rp 52,825 miliar
15. Sulteng Rp 52, 823 miliar
16. Sulbar Rp 51 miliar
17. Gorontalo Rp 48 miliar
18. Maluku Rp 47 miliar
19. NTT Rp 44 miliar
20. Jabar Rp 32 miliar
21. Lampung Rp 28 miliar
22. Sumbar Rp 27 miliar
23. Kalsel Rp 22 miliar
24. Kalteng Rp 21 miliar
25. Banten Rp 20 miliar
26. Kepulauan Riau Rp 16,1 miliar
27. Sulut Rp 16 miliar
28. Jambi Rp 15 miliar
29. Jatim Rp 11 miliar
30. Jateng Rp 10 miliar
31. Bali Rp 6 miliar
32. DI Yogyakarta Rp 4 miliar
33. Bangka Belitung Rp 1,9 miliar
 

BARIS VIDEO