Biro APP Tetapkan Kerangka Jadwal Umum Tender Proyek: FITRA-NTB NILAI LANGKAH ITU TAK CUKUP SUBSTANSIAL

Ervyn Kaffah: “Kami Sarankan Pemprov Fokus Benahi Sistem Informasi  Pengendalian Business Process Kegiatan APBD.”
 
 
FITRA-NTB mengapresiasi langkah Kepala Biro APP Pemprov NTB H. Azhar untuk memastikan tender 234 paket proyek Pemprov senilai Rp. 350 miliar tahun 2013 ini wajib tuntas pada Maret ini, termasuk memastikan agar setelah APBD perubahan tidak lagi ada tender. “Penetapan kerangka jadwal umum seperti ini akan sangat membantu. Jadi ada arah yang jelas bagi para manager birokrasi dalam bekerja,” kata Sekjen FITRA-NTB, Ervyn Kaffah.
 
Ia berharap, Biro APP pun telah memiliki rencana tindakan bagaimana memastikan harapan itu tercapai.  “Selama ini, masalahnya kan selalu dialamatkan pada penyerahan dokumen pengadaan yang terlambat dari SKPD. Kiranya, sudah bisa diidentifikasi factor penyebabnya, dan ada strategi yang jelas untuk memperbaikinya,” tambahnya.
 
Meski demikian, FITRA-NTB menilai langkah ini tidak cukup substansial untuk menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan kegiatan APBD.  Masalah yang lebih berat untuk diatasi justru untuk memastikan realisasi kegiatan APBD itu on schedule atau sesuai target, apalagi jika ingin menggunakan target yang lebih progresif. Hal ini tidak berlebihan, karena rekam-jejak realisasi kegiatan APBD Provinsi selama ini memang cenderung memprihatinkan. 
 
Realisasi proyek (fisik dan keuangan) yang rendah, lamban dan menumpuk pada akhir tahun adalah tantangan besar bagi jajaran Pemprov NTB selama 4 tahun terakhir. Akibat lambannya realisasi proyek yang bersilang-sengketa dengan rencana awal ini, capaian program-program pembangunan yang telah disusun akan terkontaminasi secara signifikan. Sehingga menimbulkan keraguan yang besar terhadap tingkat efektivitas pencapaiannya. Lebih dari itu, mudah dipahami kalau realisasi proyek yang lamban ini berhubungan erat dengan lambannya penyerapan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak, sekaligus berpengaruh pada gerak ekonomi.
 
Kata Ervyn yang juga salah seorang pentolan SOMASI NTB, realisasi proyek di Pemprov NTB yang saban tahun selalu numpuk di akhir tahun sangat rentan praktek korupsi, karena mengerjakan proyek ditengah himpitan waktu yang mendesak berkorelasi dengan minimnya kehati-hatian dan kurangnya kecermatan para pelaksana. “Mereka yang mencari keuntungan yang tak patut, juga bisa memanfaatkan ruang ini untuk mengail keuntungan baik secara illegal maupun ekstra-legal,” katanya.
 
Menurut FITRA-NTB, berbagai alasan bisa saja disebutkan untuk menjelaskan keterlambatan realisasi proyek-proyek Pemprov tersebut, termasuk kelambanan proses tender. Namun pihaknya justru menilai salah satu sebab utama keterlambatan itu adalah kurangnya efektivitas pengendalian pelaksanaan proyek. “Meski demikian, kami berpendapat yang salah bukan orangnya, melainkan karena model pengendalian proyek-proyek di Pemprov ini secara umum masih manual. Hemat kami, teman-teman di Biro APP sudah bekerja sangat keras, tapi memang sistemnya relative masih manual, sehingga membatasi efektivitasnya. Jadi kalau mau ada percepatan, perlu pembenahan di sisi pola pengendaliannya,” kata Ervyn.
 
Karena itu FITRA-NTB menyarankan Pemda untuk focus membenahi system informasi untuk pengendalian business process kegiatan APBD, agar informasinya akurat dan siap saji kapan pun dibutuhkan oleh jajaran manager yang lebih tinggi, karena ini berkaitan dengan tingkat kecepatan pengambilan keputusan. Sebagai langkah awal, penting ada assessment terhadap jajaran pelaksana kegiatan APBD untuk mendalami masalah yang mereka hadapi.
 
Untuk melaksanakan ini, FITRA-NTB menilai komitmen kuat Gubernur adalah prasyarat awal terpenting, karena ranahnya bukan semata teknis. “Saya kira akan ada keuntungan lain bagi Gubernur dengan membenahinya. Karena salah satu sebab masalah yang selalu dibahasnya pada akhir tahun soal kinerja birokrasi yang lemah bisa teratasi sebagian. Selain itu bisa mempermudah menilai kinerja bawahannya secara terukur. Perlu dimaklumi, soal kinerja ini menyimpan risiko jika tidak ada keandalan dan kesetaraan informasi bagi setiap jajaran birokrasi yang berkepentingan karena bisa berdampak psikologis,” ulas Ervyn.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BARIS VIDEO